Perubahan iklim dapat terjadi sebagai akibat adanya pemanasan global. Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca; salah satunya adalah CO2, di atmosfer bumi.
Pada periode 400.000 tahun lalu hingga tahun 1950, kadar CO2 di atmosfer adalah di bawah 300 ppm dengan rata-rata suhu sekitar 15oC. Akan tetapi, saat ini konsentrasi CO2 di atmosfer bumi sudah mencapai 400 ppm. Penelitian yang dilakukan oleh PPKS di Sumatera Utara dalam kurun waktu 1971-2005 menunjukkan telah terjadi peningkatan suhu udara rata-rata hingga 0,47oC (Siregar et al., 2006). Sementara itu, dilaporkan rata-rata kenaikan suhu global sudah mencapai hingga 1oC (Boer, 2017).
Banyak ahli meyakini bahwa pemanasan global telah menyebabkan peningkatan fenomena iklim ekstrim di berbagai tempat di dunia seperti peningkatan pencairan es di kutub, peningkatan muka air laut, kekeringan, banjir, gelombang panas dan lain sebagainya. Di Indonesia, kejadian iklim ekstrim (khususnya curah hujan) berasosiasi dengan fenomena ENSO/El Niño Southern Oscilation. Intensitas dan frekuensi ENSO mengalami peningkatan yang diperkirakan sebagai akibat adanya efek dari pemanasan global (Boer, 2017).
… Dalam kaitannya dengan tanaman kelapa sawit, fenomena ENSO negatif / El Niño dapat menyebabkan kekeringan panjang yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta menurunkan produktivitas tanaman. Daerah Indonesia bagian selatan dan bagian timur merupakan daerah yang lebih rentan kekeringan. Dengan adanya perubahan iklim, diperkirakan daerah Sumatera akan relatif lebih basah, sedangkan daerah Indonesia lainnya relatif lebih kering di masa depan (Gambar 1). Selain itu, persentase hujan tahunan yang turun pada musim hujan diperkirakan secara umum meningkat. Hal ini menandakan bahwa frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim meningkat (Boer, 2017).
Dengan adanya potensi terjadinya perubahan iklim khususnya curah hujan di masa mendatang, maka perlu dilakukan upaya-upaya adaptasi dan mitigasi pada perkebunan kelapa sawit. Secara umum, upaya adaptasi dan mitigasi yang dapat dilakukan antara lain melalui penggunaan varietas tahan kekeringan, peningkatan nutrient use efficiency melalui teknologi pupuk nano, serta penyesuaian teknik budidaya.
Referensi:
- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2009.
- Boer, R. 2017. Perubahan iklim dan pembangunan sawit Indonesia. Disampaikan dalam acara Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2017. Solo, Jawa Tengah.
- Siregar, H.H., E. S. Sutarta, and N.H. Darlan. 2006. Implication of Climate Change on Oil Palm Plantation in Higher Altitude (Case of North Sumatra Province). Proceedings 2006 International Oil Palm Conference. Nusa Dua Bali.
Jangkauan waktu terlalu jauh prediksi, padahal cuaca dan iklim juga dipengaruhi oleh kegiatan matahari (juga cuaca dan iklim teerjadi karena beda penerimaan enersia radiasi bukan dari perubahan iklim), bukan dari Perubahan Iklim. Jadi sebaiknya juga diperhtiungkan kegiatan matahari dari bintik-bintik dan ledakan matahari yang juga berkontribusi untuk cuaca dan iklim jangka waktu lebih dari 50 – 100 tahun
SukaSuka
Terima kasih comment nya Pak…
Memang benar Pak itu juga perlu dipertimbangkan. Dapat kami pertimbangkan untuk kajian selanjutnya.
SukaSuka