Selamat pagi,
Kami hadir kembali menyapa Anda untuk menyampaikan update kondisi dan prakiraan curah hujan Oktober 2018 hingga Maret 2019 di wilayah-wilayah Indonesia, khususnya untuk daerah-daerah sentra perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan informasi yang kami peroleh, wilayah sentra perkebunan kelapa sawit di Sumatera Bagian Utara mulai akhir September 2018 mendapatkan curah hujan yang cukup tinggi dan durasi yang cukup lama. Sementara itu, wilayah lain yaitu di Sumatera Bagian Selatan dan Kalimantan Bagian Selatan serta Timur masih belum mendapatkan curah hujan yang cukup. Bagaimana ini terjadi dan bagaimana prediksi kondisi curah hujan kedepannya? Silakan simak penjelasan yang kami rangkum dari berbagai sumber.
Sirkulasi Angin
Perlu kita ketahui bahwa iklim sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah sirkulasi angin. Hal ini karena angin-lah yang membawa masa uap air yang menyebabkan terjadinya hujan. Secara umum, iklim di Indonesia dipengaruhi oleh angin monsoon / monsun. Angin monsun merupakan angin regional yang bertiup secara periodik. Angin monsun ada dua yaitu Angin Monsun Baratan dan Timuran. Angin Monsun Timuran bertiup dari arah timur hingga tenggara dan bertiup pada bulan April s/d Oktober. Angin Monsun Timuran inilah yang menginisiasi terjadinya musim kemarau di Indonesia. Sementara itu, Angin Monsun Baratan rata-rata bertiup dari arah barat hingga barat laut pada bulan Oktober s/d April. Angin Monsun Baratan yang juga dikenal dengan Monsun Asia inilah yang menyebabkan musim hujan bagi wilayah Indonesia.
Selain pola sirkulasi angin regional, kondisi iklim di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi geografis serta hubungan antara kondisi daratan dan lautan. Salah satu metode untuk menganalisis dan menduga pola sirkulasi angin sebagai akibat adanya kondisi geografis (dalam hal ini lautan) adalah melalui pengukuran anomali suhu muka laut (sea surface temperature). Berdasarkan data anomali suhu muka pada dasarian III (10 hari terakhir di bulan September 2018), diketahui bahwa terbentuk zona suhu hangat di perairan sebelah utara Aceh, barat Sumatera Bagian Utara, serta utara Papua.
Hal ini menyebabkan adanya pola angin siklonik di perairan barat Sumatera dan utara Semenanjung Malaysia, sehingga terjadi pertemuan angin di perairan barat Sumatera dan Laut Cina Selatan. Implikasinya adalah terjadi belokan angin di sekitar Riau, Kalimantan Selatan, Selat Makasar, perairan Maluku dan Papua Barat yang mendukung pembentukan awan hujan di dan sekitar wilayah tersebut.
Berdasarkan informasi angin bulanan pada lapisan 850 mb dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, diprediksikan bahwa pada Oktober 2018 akan terdapat potensi pertemuan angin di Sumatera Barat hingga Selat Malaka serta di bagian utara Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu, pada November 2018 dorongan angin dari utara sudah membendung Angin Monsun Timuran dari Australia sehingga terjadi potensi curah hujan tinggi di selatan Sumatera, Jawa, Bali, NTT, NTB dan Kalimantan. Sementara itu, pada Desember 2018 diperkirakan terdapat pertemuan angin di sekitar Sumatera Tengah, Kalimantan Bagian Utara, Sulawesi dan Maluku serta Papua.
Prakiraan Kondisi Curah Hujan Bulanan (Oktober-Desember 2018)
Hasil prakiraan curah hujan dari BMKG menunjukkan bahwa curah hujan tinggi pada bulan Oktober 2018 terjadi di Sumatera Bagian Utara, Kalimantan Bagian Utara dan Bagian Tengah Papua. Sementara itu, sentra perkebunan kelapa sawit di Sumatera Bagian Selatan, Bagian Selatan Kalimantan, Sulawesi serta Bagian Selatan Papua relatif mendapatkan curah hujan yang rendah.
Pada Bulan November 2018, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan memperoleh curah hujan yang menengah hingga tinggi, kecuali wilayah-wilayah Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara.
Curah hujan pada bulan Desember 2018 diperkirakan semakin membaik dengan tingkat curah hujan diprediksi pada level menengah hingga tinggi di seluruh Indonesia.
Prakiraan Kondisi Iklim Hingga Maret 2019
Berdasarkan hasil pengamatan anomali suhu muka air laut yang dilakukan oleh Bureau of Meteorology Australia, diketahui bahwa sebagian besar perairan Indonesia mempunyai suhu yang lebih rendah dibandingkan Samudera Pasifik. Kondisi tersebut tentunya akan menyebabkan adanya aliran massa uap air dari Indonesia ke Samudera Pasifik. Secara proses, kondisi ini dikenal dengan fenomena El Niño. Namun demikian, tidak berarti serta merta akan terjadi El Niño pada beberapa bulan kedepan. Hal ini karena fenomena El Niño pada musim penghujan (Oktober-April) sangat jarang terjadi sebagai akibat adanya kompleksitas dan banyaknya faktor yang mempengaruhi dinamika atmosfer, khususnya di Indonesia.
Hasil prediksi dari BMKG menunjukkan bahwa meskipun terdapat peningkatan suhu muka laut di Pasifik, tetapi juga terbentuk zona suhu hangat di perairan Indonesia. Oleh karena itu, jikalau terjadi El Niño maka levelnya pun tidak terlalu kuat. Biro iklim Indonesia (BMKG) memprediksikan adanya El Niño lemah hingga Maret 2019. Sementara itu, biro iklim Jepang (JAMSTEC), Australia (BoM) dan USA (NOAA) memprediksikan El Niño lemah hingga moderate pada periode Oktober 2018 hingga Maret 2019.
Kesimpulan dari uraian ini adalah:
- Tingginya curah hujan di Sumatera Bagian Utara, Kalimantan Bagian Utara dan Bagian Tengah Papua adalah karena adanya pola angin siklonik sebagai akibat adanya pusat tekanan rendah dan pertemuan angin di sekitar wilayah tersebut.
- Sebagian besar wilayah sentra perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku dan Papua) akan mengalami curah hujan tinggi / memasuki musim penghujan pada bulan November 2018.
- Terdapat potensi terjadinya El Niño lemah hingga moderate pada November 2018 – Maret 2019. El Niño yang terjadi pada periode musim penghujan umumnya pengaruhnya tidak sesignifikan jika terjadi pada saat musim kemarau.
Terima kasih!