Saat ini, fenomena La Nina sedang terjadi dan diduga akan berlangsung hingga Januari 2021 mendatang. Fenomena La Nina terjadi jika pada wilayah Lautan Pasifik Timur terbentuk pusat tekanan udara tinggi atau dikenal juga sebagai kolam dingin. Kolam dingin ditandai dengan fenomena suhu permukaan laut wilayah Lautan Pasifik Timur yang lebih rendah dibandingkan kondisi normal (lihat gambar)

Kolam dingin ini akan menyebabkan menguatnya Angin Passat yang akan membawa serta uap-uap air ke arah Pasifik Barat. Implikasinya adalah intensitas curah hujan di Lautan Pasifik Barat khususnya Indonesia akan semakin tinggi meskipun pada umumnya saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sedang mengalami musim kemarau. Kondisi penguatan La Nina ini diprediksi akan semakin menguat hingga maksimal di bulan November 2020, kemudian kembali melemah dan akhirnya akan netral di awal tahun 2021.
Setali tiga uang dengan kondisi ENSO yang cenderung menunjukkan penguatan La Nina,
kondisi Indian Ocean Dipole di Lautan Hindia pun bernilai negatif selama kurun 4 minggu terakhir dan diduga akan berlangsung hingga 4 minggu ke depan. Kondisi ini juga akan menyebabkan tingginya intensitas curah hujan di Indonesia setidaknya hingga akhir tahun 2020, khususnya wilayah Sumatera.
Lalu, bagaimana dampak fenomena peningkatan curah hujan akibat La Nina ini terhadap perkelapasawitan di Indonesia?
Pada umumnya, kejadian hujan berpengaruh positif terhadap produksi 2 tahun kedepan dengan terbentuknya banyak bunga betina. Akan tetapi, curah hujan yang sangat basah sekali (>150 mm/hari atau 450 mm/bulan) terlebih jika terjadi di siang hari akan berpengaruh negatif karena akan mengurangi penyinaran efektif sinar matahari. Kelebihan air juga akan mengakibatkan pencucian hara, penggenangan air, serta mengganggu kegiatan pengelolaan kebun dan panen, sala satunya karena kerusakan pada jalan kebun. Selain itu, juga potensi kejadian penyakit akan meningkat (misal: Marasmius sp) dengan meningkatnya kelembaban udara.
Terkait hal tersebut, beberapa hal yang perlu dilakukan agar produktivitas tetap optimal dan berkelanjutan:
- Melakukan beberapa tindakan kultur teknis yang harus selesai sebelum musim hujan yang sangat basah sekali (>300 mm/bulan), antara lain: (i) penunasan sesuai standar, (ii) pemupukan segera pada awal musim hujan; (iii) perawatan penutup tanah yang optimal untuk meminimalkan erosi, dan (iv) pemantauan dini terhadap serangan hama dan penyakit (EWS, Early Warning System).
- Mengoptimalkan pemanenan air hujan melalui penampungan air pada rorak, parit diskontinu, kolam penampung, embung dan penampung air alami seperti danau buatan (water catchment area) yang dilakukan sesuai kondisi lapangan. Selain itu, pada areal yang sering tergenang, diusahakan segera merevitalisasi saluran drainase yang ada.
- Mempersiapkan prasarana jalan (seperti main road, collection road) agar tidak licin dan rusak pada musim hujan. Prasarana panen seperti jalan panen, tangga panen, jembatan panen juga harus dipastikan dalam kondisi baik.
- Penyesuaian rotasi panen karena umumnya akan terjadi panen puncak pada musim-musim tersebut. Panen tepat dan bersih harus dilakukan, jangan sampai brondolan tidak terkutip serta diharapkan restan di lapangan dapat diminimalkan.
Sebagai penutup, tahukah pembaca, dari mana asal muasal kata La Nina itu?
Arti dari kata La Nina adalah “anak perempuan”. Akan tetapi, mengapa disebut seperti itu? Konon katanya, pada zaman dahulu saat ilmu pengetahuan belum berkembang pesat, penduduk di kepulauan sekitar Lautan Pasifik Timur mengenal kejadian La Nina ini dengan tanda-tanda semakin sedikitnya hasil tangkapan nelayan-nelayan mereka, yang mana sumber mata pencaharian utamanya memang dari menangkap ikan. Ikan-ikan tersebut, terutama ikan tuna, ternyata berpindah dari “kolam dingin” di Pasifik Timur untuk mengikuti “kolam hangat” di Pasifik Barat. Hal ini menyebabkan kebanyakan laki-laki yang berperan sebagai nelayan di Lautan Pasifik Timur akan melaut lebih jauh ke Barat untuk mendapatkan hasil ikan yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan banyak terlihat dan beraktivitas di kampung mereka hanyalah anak-anak perempuan dalam kurun waktu selama La Nina berlangsung.
Salam,
Hasril H. Siregar, Nuzul Hijri Darlan, dan Iput Pradiko